Penagihan oleh Debt Collector Semakin Marak

Hukum35 Dilihat

UPDATERKINI.ID, Jakarta– Menyusul penagihan oleh debt collector (DC) semakin marak ditengah masyarakat. Oleh karena itu, Nasabah berharap Presiden turun tangan.

“Bahkan sampai saat ini masih banyak perbankan dan pinjol lebih intens menggunakan jasa preman itu untuk mengancam nasabah yang kondisi keuangannya sedang terpuruk,” ungkap Andi salah seorang nasabah Bank Mega kepada wartawan, di Jakarta, Minggu (27/7/2025).

Ia berharap, Presiden RI ke 8 Prabowo Subianto ikut turun tangan dalam menyelesaikan keresahan yang terus terjadi ditengah masyarakat ini.

“Saya berharap Bapak Presiden sebagai Kepala Negara ikut hadir dalam menyelesaikan masalah ini. Rakyat banyak terjebak pinjol atau kartu kredit macet, ditambah kondisi ekonomi sedang lesu sehingga membuat gagal bayar semakin banyak,” ungkapnya lagi.

Hal senada juga disampaikan nasabah Kredivo terkait keresahan akibat ulah DC ditengah masyarakat.

Diduga DC Kredivo tengah melakukan penagihan pada nasabah namun dibarengi dengan ancaman.

Selain itu OJK sebagai regulator menyampaikan bahwa jika ada penyimpangan yang terjadi di lapangan, yang bersangkutan akan diberikan teguran hingga tidak dipakai lagi jasanya.

“Jika terjadi pelanggaran prosedur, tentu OJK akan tegur platform tersebut,” ujar Kepala Departemen Pengawasan Lembaga Keuangan Mikro dan Lembaga Jasa Keuangan Mikro dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya OJK, Edi Setijawan, beberapa Waktu lalu.

Ia menambahkan bahwa saat ini, berdasarkan data Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia atau AFPI, jumlah DC yang sudah tersertifikasi sebanyak 14.000 orang, khususnya penagih utang pinjol.

Sebagai informasi, OJK telah membuat aturan bahwa pelaku jasa usaha keuangan (PUJK) yang melakukan kerja sama dengan DC atau pihak ketiga untuk bisa mencegah pihak ketiga tersebut tidak melakukan kekerasan dalam penagihan utang konsumen.

Aturan tersebut ada dalam POJK Nomor 6/POJK.07/2022 Pasal 7, sebagai contoh aturan tersebut bahwa adanya pembatasan kewenangan atau larangan untuk memberikan atau memperdagangkan data dan/atau informasi pribadi konsumen tanpa persetujuan dari konsumen kepada pihak lain dalam prosedur tertulis perlindungan konsumen, penggunaan kekerasan dalam penagihan utang konsumen.

Di sisi lain, menurut Edi, akan ada sanksi administrasi yang diberikan apabila DC dan PUJK tersebut melakukan pelanggaran.

Sanksi administrasi tersebut di antaranya berupa peringatan tertulis, pembatasan kegiatan usaha, pencabutan izin.

“Sanksi administratif sebagaimana dimaksud dapat disertai dengan pemblokiran Sistem Elektronik Penyelenggara,” pungkasnya.

(Sg)