Bukan Sekadar Turnamen, Grand Master Catur AMI Jadi Simbol Persatuan

Daerah10 Dilihat

UPDATERKINI.ID, Surabaya – Sabtu malam, pukul 19.00, kantor baru Aliansi Madura Indonesia (AMI) di Jl. Ikan Lumba-lumba I No. 10, Surabaya, menjadi titik temu para pecatur dari berbagai daerah. Dari Surabaya, Sidoarjo, Gresik, hingga Madura, mereka hadir bukan sekadar untuk bertanding, tetapi untuk menjalin silaturahmi dan mengenal lebih dekat organisasi AMI.

Ajang Grand Master Catur perdana ini berlangsung hingga Minggu dini hari pukul 01.00, menandai bukan hanya dimulainya kompetisi, tetapi juga langkah awal memperkenalkan AMI sebagai ruang kolaborasi, prestasi, dan persatuan.

Dengan mengusung tema “Ideologi Jadi Landasan, Catur Jadi Ladang Prestasi, Bersatu Menuju Gemilang Emas”, acara ini disiapkan sebagai simbol bahwa AMI bukan hanya bicara tentang perjuangan ideologis, tetapi juga tentang menyatukan masyarakat melalui kegiatan positif, terbuka, dan membumi.

Sebanyak 80 peserta ikut serta tanpa dipungut biaya sebuah komitmen AMI untuk membuat ruang kegiatan yang inklusif dan dapat diakses oleh semua kalangan.

Panitia memberikan fasilitas terbaik untuk para peserta, mulai dari tempat, perlengkapan, konsumsi hingga suasana kompetitif yang tetap bersahabat.

“Catur adalah media yang sangat kuat untuk membangun ketenangan berpikir, strategi hidup, dan tentunya mempererat kebersamaan. Kita ingin semua yang hadir merasa memiliki tempat di AMI,” ujar Baihaki Akbar, Ketua Umum Aliansi Madura Indonesia, saat membuka acara.

Meski berbentuk turnamen, atmosfer yang tercipta jauh dari kesan kaku. Para peserta saling mengenal, berbagi cerita, dan menunjukkan rasa hormat satu sama lain.

Banyak di antara mereka datang tidak dengan target juara, melainkan untuk menjadi bagian dari sesuatu yang lebih besar kebersamaan dan solidaritas lintas daerah.

Dalam hasil akhir, Antok dari Sidoarjo berhasil meraih juara 1, diikuti Edy dari Bangkalan sebagai juara 2, dan Dian Eko dari Surabaya menempati posisi juara 3. Mereka mendapat sertifikat serta uang pembinaan masing-masing sebesar Rp500 ribu dan Rp250 ribu. Namun jelas terlihat bahwa kemenangan bukanlah pusat perhatian utama malam itu.

“Buat saya, bukan soal kalah atau menang. Yang penting saya bisa bertanding, ketemu teman-teman dari daerah lain, dan tahu lebih banyak tentang AMI. Ini pengalaman yang luar biasa,” ungkap Dian salah satu peserta dari Gresik.

Acara ini sekaligus menjadi bentuk nyata dari upaya AMI dalam membuka diri kepada masyarakat. Kantor baru mereka tak hanya berfungsi sebagai pusat kegiatan organisasi, tetapi juga dirancang sebagai rumah bersama bagi siapa pun yang ingin berkontribusi, berprestasi, dan berkembang.

Dengan semangat awal yang begitu kuat, AMI membuktikan bahwa organisasi dapat hadir bukan hanya lewat wacana, tapi melalui aksi nyata yang menyentuh langsung masyarakat. Turnamen ini bukan sekadar ajang adu kecerdasan, tetapi ruang awal membangun jaringan, memperkuat hubungan lintas wilayah, dan memperkenalkan wajah AMI yang terbuka, berdaya, dan bersatu.

(Hendriyawan)