UPDATETERKINI.ID, Jakarta – Koperasi Parsadaan Simangambat Ujung Batu (“Parsub”) dan Koperasi Perkebunan Kelapa Sawit Bukit Harapan, mengajukan gugatan perdata dan menang di Pengadilan Negeri Padangsidempuan maupun Pengadilan Tinggi Sumatera Utara dalam perkara perdata Nomor 37/Pdt.G/2015/PN.Psp dan Nomor 46/Pdt.G/2015/PN.Psp di Pengadilan Negeri Padang Sidempuan dan Pengadilan Tinggi Medan, Sumatera Utara pada tahun 2015. Dan diperkuat dengan putusan PK di Mahkamah Agung (MA).
Secara De Facto dan De Jure Tak pernah ada hutan Register 40 karena belum ada tata batas dan penetapan kawasan yang disebut pihak pemerintah sebagai hutan Register 40.
Kata Wakil Ketua Umum Asosiasi Petani Plasma Sawit Indonesia (APPSI), Hilman Firmansyah kepada Wartawan Selasa, (17/6/2025).
“Hasil laporan Tim Interdept 2005 terdiri dari Departemen Kehutanan, Departemen Dalam Negeri, Badan Pertanahan Nasional (BPN), Pemerintah Daerah Provinsi Sumut menyatakan sebagai fakta terdapat 43 perusahaan di lokasi yang disebut-sebut sebagai Register 40 tanpa di pidanakan atau diambil kebun mereka oleh Satuan Tugas Penertiban Kawasan Hutan (Satgas PKH) seperti terhadap lahan seluas 47.000 hektare di kawasan hutan Register 40, yang sebelumnya dikuasai Koperasi Parsub dan Koperasi Perkebunan Kelapa Sawit Bukit Harapan,” tegas Hilman.
“Adalah tidak benar bahwa putusan pidana dari Mahkamah Agung (MA) adalah Tentang kawasan hutan Register 40 yang disebut seolah-olah berdasarkan Gouvernement Besluit No. 50 tertanggal 24 Juni tahun 1924 (GB50). Juga kebun sawit yang dikelola Persub dan KPKS Bukit Harapan seolah-olah terletak di lima desa di Padang Lawas: Desa Aek Raru, Janji Matogu, Langkimat, Paranpadang dan Desa Mandasip,” ungkap Hilman.
“KPKS Bukit Harapan dan Koperasi Parsub, tidak berada dalam lima desa seluas sekitar 6.000 hektar, Sedangkan dalam dakwaan dan putusan (Pidana) menyatakan luas kebun sawit yang dikelola Persub dan KPKS Bukit Harapan seluas 47.000 hektar di dalam lima desa itu merupakan kesalahan,” terangnya.
Secara hukum, Putusan pidana dari Mahkamah Agung (MA) Tak dapat dieksekusi karena belum ada penetapan kawasan Register 40, Dan selama 18 tahun tidak di eksekusi bukan karena permainan Kejaksaan atau Kementerian Kehutanan.
“Dan dapat disimpulkan Bahwa Kejaksaan Agung dan Satuan Tugas Penertiban Kawasan Hutan ( Satgas PKH) telah salah melakukan eksekusi lahan sawit atau “Error in Objekto” Padang Lawas, Sumatera Utara,” tegas Hilman.
“Dengan kata lain, Objek yang Didakwa-Diputus dan eksekusi berbeda dengan letak lokasi kegiatan koperasi KPKS Bukit Harapan dan Parsub seta milik PT Torganda,” ujarnya.
“Dan diperkuat dengan fakta dilapangan Bahwa Kawasan Hutan Register 40 di Padang Lawas bukan merupakan kawasan hutan negara tetap. Hal ini karena statusnya belum pernah ditetapkan melalui Tata batas temu gelang. Masyarakat setempat dan berbagai pihak telah lama menempati dan mengelola wilayah tersebut, Bahkan
ada pemerintahan desa dan kantor-kantor pemerintahan lainnya,” Beber Hilman.
“Kami mohon kebijakan Bapak Presiden Prabowo Subianto terkait areal register 40 yang sudah menjadi tempat mata pencarian nafkah bagi masyarakat sekitarnya,” tegas Hilman.
“Apalagi Presiden Prabowo Subianto mengatakan, Bahwa alasan utama mengapa Indonesia harus menambah luasan perkebunan kelapa sawit, karena kelapa sawit adalah produk strategis dan dibutuhkan banyak negara. Prabowo Subianto mengatakan “Tak perlu takut” untuk menanami sawit di Kawasan hutan lalu dianggap melakukan deforestasi karena menanam sawit. Presiden kemudian meminta Pemerintah daerah dan aparat TNI-Polri untuk menjaga kebun-kebun sawit,” ungkapnya.
“Presiden Prabowo mengatakan, Enggak usah takut deforestasi tanam sawit di kawasan hutan, Hal ini sudah sesuai dengan Pasal 101A Undang-Undang Cipta Kerja mengatur mengenai penyelesaian kegiatan usaha yang telah terbangun di dalam kawasan hutan sebelum berlakunya Undang-Undang ini,” pungkas Hilman.
(Hendriyawan)